Para
prajurit Jerman membeku dalam dinginnya musim dingin di Stalingrad,
yang banyak disebut sebagai titik balik Perang Dunia II di Eropa
Pasukan
Jerman bersama sukarelawan Cossack bahu membahu bertempur di dalam kota
Warsawa melawan pemberontakan dari para Yahudi ghetto (1944)
Tawanan Jerman yang bonyok habis digebuki, sedang dibawa oleh para milisi Free French
Seorang
pasukan SS berseragam lengkap siap tempur dala invasi besar-besaran
terakhir Jerman ke Ardennes di front Barat yang kemudian terkenal
sebagai 'The Battle Of Bulge'. Foto ini menjadi begitu terkenal, tapi
tetap identitas si prajurit masih tetap menjadi misteri. Yang jelas, dia
masih hidup sampai beberapa tahun yang lalu tapi menolak setiap akses
dan permintaan untuk mewawancarai dirinya!
General
der Artillerie Helmuth Weidling (kiri), pemegang Schwerter, bersama
para staffnya menyerah kalah pada pasukan Merah yang telah menguasai
Berlin, Mei 1945. Bagi yang sudah pernah menonton film "Der Untergang"
(atau "Downfall", untuk versi bahasa Inggrisnya) pasti tahu si jenderal
tua pemberani ini!
Di
akhir 1941, yakni 6 bulan dari Operasi Barbarossa dimulai pada tanggal
22 Juni 1941, invasi Jerman Reich telah menelan korban di pihak Rusia
lebih dari 6 juta serdadu, setengah tewas di medan perang, dan
setengahnya lagi ditawan oleh pasukan Jerman, belum terhitung lagi
pendudukan wilayah dan kerugian materil lainnya.Namun oleh pertolongan
musim dingin, pasukan Jerman yang lelah terhenti setelah begitu dekat
dengan Moskow dan dapat dipukul mundur.
Namun
ketika musim panas 1942 datang, Rusia masih terlalu lemah dari pukulan
yang bertubi-tubi, sementara militer Jerman siap mendemonstrasikan
sekali lagi kekuatannya yang menakutkan.
Para
jendral di OKW (OberKommando der Wehrmacht) atau panglima tertinggi
angkatan bersenjata Jerman Reich, ingin mencoba sekali lagi untuk
melakukan penyerangan ke arah Moskow untuk menduduki ibukota Negara
tersebut, menusuk tepat di jantung, dan menghancurkan seluruh sisa
pertahanan Rusia. Namun, saat itu Hitler telah secara individu memegang
tampuk kekuasaan tertinggi di hierarki militer Jerman Reich, dan semakin
jarang mau mendengar nasihat jendral-jendralnya.. :(
Pada
April 1942, Hitler mengeluarkan “Perintah Perang 41” (kita sebut saja
PP41), yang berisikan detil rencananya di front timur untuk musim semi
1942, dikenal juga dengan kode ”Operation Blue”. Rencananya adalah untuk
mengumpulkan seluruh pasukan tempur yang tersedia di front timur dan
mengkonsentrasikannya di sayap selatan, hancurkan seluruh pertahanan
Rusia disana, kemudian maju dengan 2 ujung tombak yang mengemban misi
untuk menduduki seluruh pusat industri di selatan Rusia, dengan rincian
sebagai berikut:
1.
Ujung Tombak 1, maju ke Tenggara melalui wilayah pegunungan Kaukasus
untuk menduduki daratan dengan kandungan minyak yang kaya.
2.
Ujung Tombak 2, maju ke Timur ke Stalingrad yang pada waktu itu
merupakan kota pusat industri di sisi barat dari sungai Volga yang
besar, sebagai jalur utama transportasi air Rusia dari utara Moskow
sampai dari laut Caspia di selatan.
Penting
untuk diingat bahwa ketika PP41 dikeluarkan, Hitler belum memerintahkan
untuk menduduki Stalingrad. Perintahnya adalah “hanya untuk mencapai
Stalingrad, hujani dengan artileri berat untuk meratakan kawasan
industri disana”. Pada hari pertama, kedua ujung tombak Jerman
menuntaskan misi ini tanpa kesulitan berarti. Namun pada akhirnya adalah
pertempuran keras kepala untuk menduduki Stalingrad yang merubah
semuanya (diperparah oleh penolakan Hitler untuk mundur dari
Stalingrad), yang ia harus bayar mahal dengan kehilangan seluruh unit
tempurnya di selatan front timur.
Karena
begitu pasukannya masuk ke kota yang dinamakan dari Stalin, sang
diktator Soviet yang juga merupakan musuh ideologi Hitler, tiba-tiba
Hitler menjadi terobsesi untuk menduduki Stalingrad, dan terus terobsesi
sampai seluruh kekuatan Jerman Reich di selatan Rusia dihancurkan
sampai tentara terakhir.
Cerita dimulai..
Serangan
Jerman di selatan Rusia dimulai pada 28 Juni 1942, setahun setelah
invasi ke Rusia dimulai. Armada darat Jerman dengan Bltizktriegnya, maju
dengan kecepatan mematikan, dengan sekutu Itali, Romania dan Hungaria
mengikuti dari belakang, yang diberikan tugas untuk melindungi Flank
(sisi) pasukan Jerman. Hasilnya, garis depan Rusia jatuh dalam hitungan
hari, mengantarkan Jerman ke pertahanan alami Rusia yang paling sulit
ditembus, yakni sungai Volga.
Pada
28 Juli 1942, dalam keputus-asaan untuk mencegah kejatuhan Stalingrad,
Stalin mengeluarkan “Perintah 227” yang berbunyi, “Setiap jengkal tanah
Soviet harus dipertahankan mati-matian sampai darah dari orang terakhir
menetes.”, lalu Polisi Rahasia ditempatkan tepat dibelakang garis depan
Rusia dengan perintah untuk membunuh siapa saja yang lari mundur.
Namun
setelah semua dilakukan, Grup Pasukan* 62 dan Grup 64 Rusia di barat
Stalingrad tetap saja tidak mampu menahan laju pasukan Jerman. Mereka
terpukul mundur kedalam kota.
*
Grup Pasukan (Army Group) = terdiri dari beberapa Korps, Korps =
terdiri dari beberapa Divisi, Divisi = terdiri dari beberapa Resimen,
dst.
23
Agustus 1942, ujung tombak Army Group 6 Jerman sampai di bantaran Volga
tepat di utara kota Stalingrad dan menduduki 8 km dataran di pesisir
Volga, kemudian Tank dan Artileri Jerman mulai menenggelamkan Ferri dan
Kapal yang lalu lalang di Volga. Pada hari itu, unit lain dari Grup 6
Jerman mencapai perbatasan kota, dan ratusan bomber dari Armada Udara 4
Luftwaffe mulai menghujani kota dengan bom, dan terus berlangsung sampai
berminggu-minggu menghancurkan setiap bangunan yang ada.. Perang di
Stalingrad telah dimulai.
C.Q.B. (Close Quarter Battle)
Pada
hari pertama pertempuran kota, pihak Jerman penuh dengan keyakinan
meskipun perlawanan pertahanan Rusia sangat tangguh, akan segera
menduduki kota. Sementara dari pihak Rusia, keadaan tidak menjadi lebih
baik. Pertahanan Rusia terdiri dari 40.000 serdadu pada awalnya, namun
tak lebih dari prajurit cadangan yang sangat tidak siap secara
perlengkapan, semua orang mengasumsikan bahwa Stalingrad akan jatuh
dalam beberapa hari.
Satu-satunya
alasan mengapa Stalingrad masih belum jatuh ke tangan Jerman, adalah
karena kombinasi dari kepemimpinan perwira tinggi Rusia dengan kemampuan
militer yang brilyan, dan tentu saja perlawanan sengit dari pasukan
Rusia yang didorong oleh rasa takut dibunuh Polisi Rahasia.
Ada 2 perwira tinggi Rusia yang diberikan tugas menyelamatkan Stalingrad:
Pertama,
Jendral Vasily Chuikov, deputi panglima komando dari Grup 64 selatan
Stalingrad, seorang yang sangat agresif menerapkan strategi, kemudian
dinaikan pangkat menjadi Komandan Regional dengan bonus jabatan: situasi
gawat di Stalingrad. Dengan Grup 62 yang masih bertahan di dalam kota
Stalingrad dibawah kendalinya, Chuikov diberikan pertanyaan pada hari
pertamanya di kantor, “Bagaimana pemahaman anda terhadap misi yang
diemban?”, Chuikov menjawab, “Kita akan mempertahankan Stalingrad, atau
kita mati”. Banyaknya serdadu Rusia yang mati di medan perang kemudian
adalah bukti keseriusan ucapannya.
Ketika
Jendral Chuikov menginjakan kaki nya di Stalingrad, Grup 62 telah
kehilangan setengah pasukannya. Dan telah jelas bagi para serdadu bahwa
Stalingrad telah menjadi perangkap tikus, dan banyak dari mereka mencoba
lari menyebrang sungai Volga. Jendral Chuikov paham bahwa waktu harus
dibeli dengan darah.
Satuan
elit kemudian ditempatkan di sisi lain sungai Volga diberikan tugas
khusus untuk menembak setiap serdadu yang mencoba kabur menyebrang.
Meskipun banyak prajurit yang tewas, terapi kejut ini memberikan Chuikov
waktu untuk mencoba menahan tekanan dari garis depan Jerman.
Ekspektasi
hidup bagi prajurit Rusia yang berada di dalam pertahan kota adalah 24
jam! Seluruh unit dikorbankan demi pertahanan Stalingrad. Ada satu unit
tempur yang mungkin paling dikorbankan dibandingkan unit lainnya, yakni
satuan elit Divisi 13 Penjaga, yang dikirim menyebrang Volga masuk kota
dengan 10.000 serdadu, dimana dalam 24 jam pertama hanya tersisa 320!
Persentase kematian 97% yang mungkin terbesar dalam sejarah perang di
muka bumi ini. Tapi mereka berhasil menyelamatkan Stalingrad.
Perang
di dalam kota Stalingrad memiliki konsentrasi kekuatan Jerman dan
intensitas pertempuran yang belum pernah terjadi sebelumnya selama
Perang Dunia 2, dengan beberapa Divisi dari masing-masing pihak
bertempur di garis depan dengan area tempur membentang hampir 2
kilometer! Jendral Chuikov harus memindahkan dirinya dari pos komando
yang satu ke pos komando lainnya untuk menghindari terbunuh ataupun
tertangkap.
Namun
hanya dengan mengirim pasukan tambahan untuk menggantikan yang tewas
nampaknya tidak cukup. Maka untuk mengurangi kehilangan yang begitu
besar, strategi Chuikov adalah dengan memperdekat ruang tempur posisi
antar garis depan sampai begitu dekat, sehingga pesawat pembom Jerman
Stuka tidak memiliki pilihan lain untuk menjatuhkan bomnya dengan resiko
membunuh pasukannya sendiri.
Hasilnya,
pertempuran di Stalingrad berubah menjadi serangkaian Skirmish (kontak
skala kecil) di setiap jalan, di setiap rumah, di setiap gedung, di
setiap lantainya, bahkan di setiap ruangan yang berada di dalam gedung
tersebut. Sebuah pos dapat berganti alih kuasa setelah baku tembak
berdarah sampai 15 kali setiap minggunya! Puing-puing kota Stalingrad
pun telah menjadi tempat penjagalan dengan para Sniper (penembak jitu)
dari kedua belah pihak sebagai algojonya, dimana pada akhirnya adalah
pihak Rusia yang kemudian mengumpulkan nilai terbanyak dalam adu bunuh
jarak jauh tersebut, menewaskan banyak perwira Jerman termasuk
diantaranya seorang kepala sekolah Sniper Waffen SS yang ditugaskan
untuk memburu seorang pahlawan sniper Rusia.
Serdadu
Rusia memberikan nama “Akademi Tempur Jalanan Stalingrad” kepada kota
tersebut. Mereka pun hampir selalu dalam keadaan kelaparan dikarenakan
arus logistik yang menyebrang sungai Volga ditenggelamkan bomber Jerman
Stuka, begitupun halnya terjadi kepada kapal-kapal yang berisikan
pasukan tambahan yang akhirnya tenggelam sebelum mencapai di kota
Stalingrad dan menelan banyak korban.
Namun
bombardir oleh Tank dan Stuka Jerman tak lama kemudian pun ditandingi
oleh pihak Rusia yang menempatkan artileri di seberang Timur sungai
Volga, mulai dari Mortar sampai Roket Katyusha. Stuka Jerman pun tak
berdaya untuk melumpuhkannya karena dilindungi oleh banyak artileri anti
udara. Angkatan Udara Rusia pun secara perlahan meningkatkan
serangannya dengan bertambahnya produksi pesawat tempur dan perekrutan
pilot-pilot baru.
Bagi
para prajurit dan sisa sipil yang bertahan di dalam kota, hidup di
Stalingrad adalah kebisingan neraka yang tak berhujung berupa suara
letusan kontak senjata, ledakan bom, dan suara mendirikan bulu roma dari
siulan roket Katyusha dan tukikan pesawat pembom Stuka.
Pada
akhir Oktober 1942, garis depan Rusia telah terpukul sedemikian rupa
sehingga hanya menduduki kantong-kantong kecil di dalam kota. Namun
mereka diselamatkan oleh keletihan tentara Jerman, kekurangan amunisi,
dan musim dingin kejam Rusia yang kembali datang tanpa belas kasihan.
Tapi
Hitler yang mulai frustasi oleh posisi imbang ini, mulai mendorong
divisi-divisi cadangan ke garis depan. Hal ini melemahkan sisi
pertahanan Jerman di garis belakang di Selatan dan Barat Stalingrad.
Hitler berasumsi bahwa pihak Rusia telah menghabiskan seluruh cadangan
pasukannya untuk menahan garis depannya di dalam kota, yang merupakan
kesalahannya yang terbesar.
Serangan Balik Rusia
Jendral
Zhukov, Field Marschall Rusia merencanakan sebuah serangan balik
besar-besaran yang diberikan kode nama “Operation Uranus”, yang akan
memukul Jerman di dua titik lemahnya, yakni di 100 kilometer Barat
Stalingrad, dan di 100 kilometer Selatan. Dua ujung tombak Rusia
tersebut rencananya akan bertemu di Tenggara Stalingrad setelah
menghancurkan garis belakang dan sisi pertahanan Jerman, kemudian
mengepung kota Stalingrad dan seluruh Grup 6 Jerman di dalamnya,
memutuskan jalur logistik. Sebuah tipikal rencana Bltizkrieg, namun kali
ini sebagai senjata makan tuan.
Persiapan
Rusia meliputi setiap aspek operasional dan logistik dilakukan dengan
sangat matang, dan dalam kerahasiaan. Lebih dari satu juta prajurit
disiapkan, 14.000 artileri berat, 1000 tank T-34, dan 1350 pesawat
tempur. Jumlah yang sekarang jauh diatas seluruh pasukan Jerman yang ada
di Stalingrad. Dan ketika rencana serangan balik ini diketahui lawan
pada akhir Oktober, telah terlambat bagi pihak Jerman untuk melakukan
apapun. Meski sebenarnya adalah obsesi Hitler yang secara fatal membuat
lambatnya reaksi dari pihak Jerman, dimana ketika semua jendral Jerman
Reich memohon kepadanya untuk mengevakuasi Grup 6 dari Stalingrad,
Hitler malah dengan lantang berteriak, “Saya tidak akan meninggalkan
Volga!”.
Serangan
balik Rusia dimulai pada 19 November 1942, yakni 3 bulan setelah perang
Stalingrad dimulai. Rusia memukul sisi pertahanan Jerman yang dijaga
oleh Grup 3 dan Grup 4 sekutu Romania. Rusia mengetahui dari intelijen
bahwa sekutu Jerman yang satu ini paling buruk moral pasukan dan
persediaan logistiknya.
Dibawah
tekanan mendadak artileri Rusia dan barisan Tank, pertahanan Romania
jatuh dalam hitungan jam, dan menyerah dalam 2 hari. Dan ketika beberapa
unit Jerman dikirim untuk membantu, semuanya sudah terlambat. Dalam 4
hari, 2 ujung tombak serangan balik Rusia tersebut telah berhasil
bertemu di 100 kilometer Tenggara Stalingrad sesuai rencana.
Pasukan Jerman yang Terperangkap
Seluruh
pasukan Grup 6 Jerman Reich sekarang terperangkap di dalam dan di
sekitar kota Stalingrad. Untuk mencegah Jerman keluar dari kepungan,
garis depan Rusia memperluas jarak yang memisahkan Grup 6 Jerman dengan
ujung tombak Jerman lainnya diluar Stalingrad dengan mempertebal garis
pertahanan sampai mencakup luas area lebih dari 100 kilometer, ini
dilakukan dengan cara menempatkan 60 divisi dan 1000 tank. Sebagai
reaksi, Hitler memerintahkan Jendral Von Paulus, panglima komando Grup 6
untuk tetap pada posisi dan mempertahankannya dengan segala cara,
bertolak belakang dari nasihat seluruh jendralnya agar segera
memerintakan Paulus untuk mencoba keluar dari kepungan.
Hermann
Goering, Reichsmarschall menjanjikan Hitler akan menerbangkan 500 ton
logistik setiap harinya kepada pasukan Von Paulus. Namun Goering tidak
terlebih dahulu konsultasi dengan staf-stafnya di Luftwaffe ketika
menjanjikan ini kepada Hitler, bahwa kenyataannya janji tersebut jauh
diatas kapasitas sebenarnya Luftwaffe pada waktu itu, tapi bagi Goering,
itu adalah janji yang Hitler ingin dengar. Meskipun begitu, operasi
suplai logistik melalui udara pun dilakukan. Dalam proses suplai
tersebut, Luftwaffe kehilangan 488 pesawat kargo karena tertembak jatuh,
yang pada akhirnya hanya 100 ton logistik per hari terealisasi, membuat
pasukan Grup 6 secara cepat kehilangan kemampuan bertempur karena
kekurangan amunisi dan kelaparan.
Baru
setelah 3 minggu kemudian, Jendral Von Manstein, panglima komando Ujung
Tombak Jerman lain yang berada di Selatan Rusia mencoba menembus
pertahanan Rusia, yakni pada 12 Desember 1942. Namun ia tak sanggup
mencapai Grup 6 Von Paulus. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1943,
setelah berulangkali memberikan ultimatum kepada Von Paulus untuk
menyerah, Zhukov memutuskan untuk memberikan pukulan terakhir untuk
menghancurkan seluruh pasukan Grup 6 Jerman yang bertahan di dalam kota
Stalingrad.
47
Divisi Rusia menyerang Grup 6 Von Paulus dari berbagai arah. Setiap
serdadu Jerman bertahan sampai titik darah penghabisan karena
kepercayaan bahwa tertawan pihak Rusia adalah sama dengan mati. Namun
seminggu kemudian, garis depan Jerman yang kelaparan dipukul mundur
masuk kedalam kota setelah kehilangan setengah pasukannya.
Lalu
pada 22 Januari 1943, kedinginan, kelaparan, pertahanan terakhir Grup 6
pun jatuh. Hitler langsung mempromosikan Jendral Von Paulus menjadi
Field Marshal dan mengingatkan bahwa belum pernah ada Field Marshal
Jerman tertangkap hidup-hidup dalam sejarah Jerman. Namun Von Paulus
tertangkap keesokan harinya ketika sedang bersembunyi di cellar sebuah
rumah.
Akhir Cerita
Pada
2 Februari 1943, seluruh sisa pasukan Grup 6 tertawan oleh Rusia..
Hitler murka, dan menyalahkan Von Paulus dan Goering bertanggung jawab
atas kekalahan ini. Jerman kehilangan 150.000 prajurit tewas, dan 91.000
tertawan (Dimana hanya 5000 yang selamat dari penjara Rusia
bertahun-tahun kemudian). Total prajurit pihak Jerman yang tewas di
medan pertempuran Stalingrad adalah 300.000 orang termasuk prajurit
sekutu Itali dan Romania. Sementara di pihak Rusia adalah 500.000
serdadu dan sipil.
Namun
pukulan paling telak yang sebenarnya bagi Jerman Reich oleh kekalahan
di Stalingrad ini adalah, hilangnya citra tak terkalahkan dan menakutkan
yang selama ini selalu membuat lawan manapun bergetar ketakutan. Mata
dunia terbuka dan tersadarkan bahwa pasukan Jerman hanyalah manusia
biasa dan dapat dikalahkan. Ini menaikan moral pasukan Rusia, Inggris
dan Amerika, dan sebaliknya menurunkan moral seluruh sisa pasukan Jerman
dan jendral-jendralnya, yang kemudian menjadi titik balik penting
Perang Dunia 2.
Karena
setelah perang Stalingrad, keadaan mulai berbalik. Pasukan Jerman
diseluruh Eropa mulai perlahan-lahan dipukul mundur oleh pasukan sekutu
yang mulai yakin bahwa perang ini dapat dimenangkan.
Grup
Pasukan 62 Rusia diberikan kehormatan naik status menjadi pasukan elit
“Penjaga” Rusia, dimana 2 tahun kemudian Jendral Chuikov sendiri yang
memimpin pasukan lulusan “Akademi Tempur Jalanan Stalingrad” itu masuk
ke Berlin pada tahun 1945. Bahkan Chuikov secara pribadi yang menerima
secara simbolis menyerahnya Jerman ketika Berlin jatuh pada tanggal 1
Mei 1945. Jendral Chuikov dipromosikan menjadi Field Marshal, dan
menjabat sebagai Menteri Pertahanan Rusia sampai tahun 1960.
sumber by: http://alifrafikkhan.blogspot.com
sumber by: http://alifrafikkhan.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar